Mesjid Al Osmani - Jejak Sejarah Melayu di Medan Labuhan
Jika melintasi Jl. KL. Yos Sudarso KM 17,5 Medan menuju Belawan, kita akan melihat sebuah mesjid megah berwarna kuning disisi kanan jalan. Mesjid tersebut adalah mesjid Al Osmani atau dikenal juga sebagai mesjid Kuning atau mesjid Labuhan. Mesjid ini merupakan salah satu peninggalan sejarah kerajaan Melayu di Sumatera Utara. Saat ini mesjid Al Osmani yang berusia lebih dari seabad ini masih tetap dipergunakan oleh masyarakat untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu dan juga kegiatan keagamaan.
Walaupun tidak seterkenal mesjid Raya Al - Mashun, mesjid ini merupakan mesjid tertua di kota Medan. Dengan gaya arsitektur Melayu yang kental dengan perpaduan arsitektur Timur Tengah, Spanyol, China dan India, mesjid ini berdiri kokoh dengan megahnya. Warna mesjid ini sangat khas bergaya Melayu dengan dominasi kuning dan hijau. Kombinasi arsitektur empat negara ini dapat dilihat pada pintu mesjid yang berornamen China, ukiran bangunan bernuansa India, arsitektur bernuansa Eropa, dan ornamen-ornamennya bernuansa Timur Tengah. Kubah mesjid ini sendiri bergaya India dengan berat mencapai 2,5 ton, terbuat dari kuningan dan berbentuk segi delapan.
Mesjid Al Osmani dibangun pada tahun 1854 oleh Raja Deli Ketujuh, yakni Sultan Osman Perkasa Alam. Oleh karena itu mesjid ini diberi nama Mesjid Al Osmani sesuai dengan nama pendirinya. Pada awalnya bangunan mesjid berukuran 16 M x 16 M dan terbuat dari bahan-bahan kayu pilihan, kemudian mesjid ini dibangun menjadi permanen pada tahun 1870-1872 oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam (Raja Deli kedelapan) yang merupakan anak Sultan Osman, dengan bantuan arsitek dari Jerman yaitu GD Langereis. Pemugaran ini menjadikan ukuran bangunan mesjid menjadi lebih luas, yaitu berukuran 26 M x 26 M dengan luas lahan lebih kurang 1 hektare. Material bangunan yang dipergunakan berasal dari Eropa dan Persia.
Dalam sejarahnya, bangunan yang kini menjadi Cagar Budaya kota Medan berdasarkan UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 dan Perda kota Medan No, 2 Tahun 2012, telah mengalami beberapa pemugaran, yaitu :
- Tahun 1927 di rehab oleh Deli Maatchappij (Perusahaan Milik Kesultanan Deli bekerjasama dengan Belanda)
- Tahun 1963 - 1964, direhab oleh T. Burhanuddin (Dirut Tembakau Deli II)
- Tahun 1977, direhab dari dana bantuan Presiden RI dimasa Walikotamadya KDH TK II Medan H.M Saleh Arifin.
- Tahun 1991 - 1992, dilakukan pemugaran atas prakarsa Walikotamadya KDH TK. II Medan, H. Bachtiar Djafar.
Beberapa pemugaran yang telah dilaksanakan tersebut tidak mengurangi bentuk arsitektur aslinya itu sendiri.
Layaknya sebuah mesjid tua dan milik kerajaan, areal pekarangan mesjid juga dijadikan lahan pemakaman. Terdapat 5 Sultan Deli yang dimakamkan di pekarangan mesjid ini antara lain Tuanku Panglima Pasutan (Sultan Deli ke-4), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Sultan Deli ke-5), Sultan Amaludin Perkasa Alam (Sultan Deli Ke-6), Sultan Osmani Perkasa Alam (Sultan Deli Ke-7), dan Sultan Perkasa Alam (Sultan Ke-8).
Jika kita lihat pada bagian belakang mesjid terdapat bangunan dengan arsitektur melayu yang juga menjadi daya tarik bagi pengunjung yang datang ke mesjid Al Osmani.
Mesjid Al Osmani dibangun pada tahun 1854 oleh Raja Deli Ketujuh, yakni Sultan Osman Perkasa Alam. Oleh karena itu mesjid ini diberi nama Mesjid Al Osmani sesuai dengan nama pendirinya. Pada awalnya bangunan mesjid berukuran 16 M x 16 M dan terbuat dari bahan-bahan kayu pilihan, kemudian mesjid ini dibangun menjadi permanen pada tahun 1870-1872 oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam (Raja Deli kedelapan) yang merupakan anak Sultan Osman, dengan bantuan arsitek dari Jerman yaitu GD Langereis. Pemugaran ini menjadikan ukuran bangunan mesjid menjadi lebih luas, yaitu berukuran 26 M x 26 M dengan luas lahan lebih kurang 1 hektare. Material bangunan yang dipergunakan berasal dari Eropa dan Persia.
Dalam sejarahnya, bangunan yang kini menjadi Cagar Budaya kota Medan berdasarkan UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 dan Perda kota Medan No, 2 Tahun 2012, telah mengalami beberapa pemugaran, yaitu :
- Tahun 1927 di rehab oleh Deli Maatchappij (Perusahaan Milik Kesultanan Deli bekerjasama dengan Belanda)
- Tahun 1963 - 1964, direhab oleh T. Burhanuddin (Dirut Tembakau Deli II)
- Tahun 1977, direhab dari dana bantuan Presiden RI dimasa Walikotamadya KDH TK II Medan H.M Saleh Arifin.
- Tahun 1991 - 1992, dilakukan pemugaran atas prakarsa Walikotamadya KDH TK. II Medan, H. Bachtiar Djafar.
Beberapa pemugaran yang telah dilaksanakan tersebut tidak mengurangi bentuk arsitektur aslinya itu sendiri.
Layaknya sebuah mesjid tua dan milik kerajaan, areal pekarangan mesjid juga dijadikan lahan pemakaman. Terdapat 5 Sultan Deli yang dimakamkan di pekarangan mesjid ini antara lain Tuanku Panglima Pasutan (Sultan Deli ke-4), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Sultan Deli ke-5), Sultan Amaludin Perkasa Alam (Sultan Deli Ke-6), Sultan Osmani Perkasa Alam (Sultan Deli Ke-7), dan Sultan Perkasa Alam (Sultan Ke-8).
Jika kita lihat pada bagian belakang mesjid terdapat bangunan dengan arsitektur melayu yang juga menjadi daya tarik bagi pengunjung yang datang ke mesjid Al Osmani.
Mesjid Al Osmani
Jl. K. L Yos Sudarso KM. 17,5 Kel. Pekan Labuhan Kec. Medan Labuhan Kota. Medan Prop. Sumatera Utara
0 komentar:
Posting Komentar